Menghabiskan waktu 3-4 tahun di
universitas merupakan penyia-nyiaan waktu dan biaya, demikian pendapat
beberapa warga muda Australia yang memilih "berkarier" dibandingkan
belajar.
Mereka beranggapan bahwa pengalaman hidup tidak bisa
didapat dari bangku kuliah, dan di negeri seperti Australia dan banyak
negara maju lainnya, kuliah juga berarti mereka harus berutang kepada
negara.
Di Australia rata-rata utang mahasiswa adalah sekitar
15.200 dollar (sekitar Rp 152 juta), dan diperlukan waktu 8,3 tahun
untuk membayar kembali utang-utang tersebut. Gelar sarjana hanya
diperlukan untuk profesi seperti kedokteran atau hukum.
Berikut
profil beberapa warga muda Australia berusia 20-an tahun yang sudah
sukses di bidang mereka tanpa menggenggam gelar sarjana, seperti ditulis
oleh news.com.au.
Wiraswasta Mick Spencer baru berusia
22 tahun, dan sekarang memiliki bisnis penjualan pakaian olahraga dengan
omzet lebih dari 1 juta dollar (sekitar Rp 10 miliar) per tahun.
Spencer memulai bisnis bernama OnTheGo di usia 18 tahun dari garasi di
rumahnya, ketika dia masih mahasiswa, dengan modal 180 dollar (Rp 1,8
juta). Dia tidak melanjutkan kuliahnya di semester kedua.
"Ketika
itu, saya sedang mendengarkan kuliah bisnis internasional, dan saya
sedang kontak dengan perusahaan saya di China lewat laptop, dan saya
tidak sependapat dengan apa yang dikatakan dosen tersebut," kata
Spencer.
Bisnisnya sekarang sudah memasuki tahun keempat, dan dia
memiliki tujuh karyawan penuh waktu di Australia dan lima orang di China
dan Hongkong. Berbicara dari kantornya di Shenzhen, China, Spencer
mengatakan, dia tidak memiliki kesabaran untuk menyelesaikan kuliahnya.
"Saya tidak mau duduk di bangku kuliah dan mendapatkan gelar dan baru bekerja setelah empat tahun," katanya.
"Saya
pernah mengalami masalah jantung dua kali, yang pertama di usia 19
tahun hampir membuat saya meninggal. Jadi secara pribadi ini membuat
saya harus berpikir di luar konvensi normal."
Spencer juga
mengatakan dia pernah menjalani gaya hidup di kampus selama seminggu dan
menyadari itu tidak cocok untuknya. "Saya tidak pernah mau berpesta
selama beberapa malam, bangun telat, dan kemudian kuliah."
Namun,
Spencer juga mengatakan tidaklah berarti semua orang harus meninggalkan
bangku kuliah. "Saya mempekerjakan mereka yang punya gelar sarjana,
tetapi saya pikir universitas juga harus mengajarkan sesuatu yang lebih
praktis sehingga memberikan mahasiswa pengalaman lebih nyata," kata
Spencer.
Pemilik franchise Amy Cobley mulai bekerja di
Domino Pizza, ketika berusia 14 tahun dan masih bersekolah. Ketika dia
meninggalkan sekolah di kelas 11, dia bekerja penuh waktu. Di usia 17
tahun, dia menjadi manajer toko dan di usia 19 tahun membeli franchise
Domino bersama mitra bisnisnya yang berusia 23 tahun, yang juga tidak
melanjutkan kuliah. Sekarang Cobley sudah memiliki rumah sendiri.
"Semua
ini memberikan saya kesempatan. Saya sudah mengunjungi Afrika dan
Amerika. Karena saya sudah punya penghasilan, jadi stres saya berkurang
ketika bepergian," kata Cobley.
"Beberapa orang yang saya kenal punya gelar sarjana, tetapi susah mencari kerja."
Namun,
memiliki usaha sendiri juga banyak tantangannya. "Kehidupan sosial
lebih sedikit. Susah untuk bertemu teman, ataupun keluar malam pada
Jumat atau Sabtu karena justru bisnis pizza sedang ramai-ramainya di
kedua hari tersebut."
Ketika baru pertama kali membeli franchise
tersebut, Cobley bekerja antara 80 sampai 100 jam per minggu. "Saya
sekarang bekerja sekitar 60-70 jam seminggu, namun kita semua harus
bekerja keras bagi masa depan kita sendiri," kata Cobley.
Karyawan yang setia
Ketika
selesai sekolah menengah, Murad Ali mempertimbangkan untuk kuliah,
tetapi karena biaya terlalu mahal, dia memutuskan untuk bekerja. Dia
kemudian melamar ke Commonwealth Bank, salah satu bank terbesar di
Australia.
Dalam wawancara pertama, Ali ditolak. Namun, masuk enam
bulan kemudian di salah satu cabang bank tersebut di Melbourne.
Sekarang dalam usia 29 tahun, Ali sudah bekerja selama 11 tahun di
tempat itu, di bagian asuransi. Gaji Ali setahun sekarang ini adalah 80
ribu dollar (sekitar Rp 800 juta), dan kariernya lebih maju dibandingkan
mereka yang melanjutkan kuliah.
"Ada teman yang lulus dari jurusan psikologi, sekarang mereka tidak bekerja di bidang tersebut, malah kerja di bank," katanya.
Menurut
Ali, anak-anak muda tidak harus terlalu khawatir untuk tidak kuliah.
"Kuliah bukan akhir dari segalanya. Pilih perusahaan atau bidang yang
betul-betul anda minati. Mungkin kita harus melamar 4-5 kali, tapi kalau
itu memang tekad anda, maka anda akan berhasil," kata Ali
Sumber : Kompas.com
Sumber : Kompas.com
No comments:
Post a Comment